Pengertian Desa Siaga
Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan
sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, secara
mandiri.
Desa siaga ini merupakan program pemerintah Indonesia untuk
mewujudkan Indonesia sehat 2010. Disini, pengembangan desa siaga perlu
dilaksanakan karena desa merupakan basis bagi kesehatan masyarakat Indonesia.
Desa yang dimaksud dalam desa siaga adalah kelurahan atau istilah lain bagi
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia.
Tujuan Desa Siaga
Pengembangan desa siaga memiliki beberapa tujuan :
Tujuan Umum :
Terwujudnya
desa dengan masyarakat yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap masalah-masalah
kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan di desanya.
Tujuan
Khusus :
·
Meningkatnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan dan
melaksanakan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
·
Meningkatnya
kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri di bidang
kesehatan.
·
Meningkatnya
kesehatan di lingkungan desa.
·
Meningkatnya
kesiagaan dan kesiapsediaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah penyakit, dan sebagainya).
Sejarah Desa Siaga
Penggagas Desa Siaga ini adalah seorang aktivis perburuhan.
Sri Kusyuniati (50), sebelum mencetuskan Desa Siaga telah menggeluti bidang
perburuhan selama belasan tahun. Aktivis yang akrab dipanggil Kus ini, bahkan
mendirikan Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) untuk membela kepentingan kaum buruh
perempuan, dan pernah menjabat sebagai direktur eksekutif selama hampir 13
tahun.
Sepak terjangnya merintis Desa Siaga ini sendiri bermula
tahun 2001-2003, saat ia bekerja untuk Program Maternal and Neonatal Health
bantuan dari USAID. Selain itu, pasca-lengsernya mantan presiden Soeharto,
berbagai gerakan memang berkembang pesat di Indonesia, termasuk gerakan buruh.
Menurut Kus, saat itu isu kesehatan terlupakan, karena rakyat umumnya
berkonsentrasi pada persoalan politik dan reformasi.
Menyadari masih kurangnya perhatian masyarakat terhadap isu
kesehatan, Kus pada waktu itu berupaya merancang bentuk pengorganisasian
masyarakat dengan menggunakan isu kesehatan. Ia lantas menggagas suatu program
kesehatan untuk ibu dan bayi baru lahir, yakni program Siaga (Siap-Antar-Jaga).
Melalui program ini, Kus ingin menyelamatkan para ibu dari kematian akibat
persalinan, sebab angka kematian ibu akibat persalinan di Indonesia sangat
tinggi.
Tragisnya, menurut Kus, penyebab kematian tersebut adalah
hal-hal sepele yang bisa dihindarkan. Hal sepele itu berpangkal dari “3
Terlambat”, yakni terlambat dibawa ke rumah sakit, terlambat ditangani, dan
terlambat mendapatkan pertolongan.
Kus kemudian mencoba mengatasi persoalan ini, antara lain
dengan cara menghidupkan lagi sistem pranata desa yang pernah berlangsung di
tahun 1960-an, di mana dalam keadaan darurat, seluruh masyarakat desa bersiaga.
Sarana komunikasi berupa kentongan dihidupkannya kembali, dan kepedulian sosial
yang telah mulai meredup di kalangan warga desa, perlahan namun pasti,
dibangkitkannya lagi.
Ia ingin membangun suatu pranata masyarakat di mana
kebersamaan timbul bukan karena “suruhan” atau paksaan dari atas, melainkan
muncul atas kesadaran dan kerelaan dari bawah, atau dari kalangan masyarakat
itu sendiri.
Gagasan perempuan yang berlatar pendidikan ilmu keguruan dan
perburuhan ini ternyata cukup berhasil. Pada tahun kedua berjalannya program
ini, Desa Siaga tumbuh pesat, dari 55 buah menjadi 300 Desa Siaga. Keberhasilan
ini mendapat tanggapan positif dari Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat, yang
lantas mengadopsi konsep ini untuk dijalankan di wilayahnya.
Keberadaan Desa Siaga, ternyata telah memberikan dampak
positif, antara lain berhasil menurunkan angka kematian ibu dan anak, sehingga
pada tahun 2004 program ini diadopsi oleh Departemen Kesehatan, dan menjadi
kebijakan nasional. Pada tahun 2006, Depkes menargetkan terbentuknya 12.000
Desa Siaga, dan tahun 2008, seluruh desa diharapkan telah menjadi Desa Siaga.
Pengembangan Desa Siaga ternyata dipandang penting sebagai basis menuju masyarakat
Indonesia Sehat.
Sasaran Desa Siaga
Sasaran desa siaga dibedakan menjadi tiga jenis untuk mempermudah strategi
intervensi, yaitu :
1. Semua individu dan keluarga di desa,
yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap
terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
2. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh
terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim
yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat,
termasuk tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader, serta petugas
kesehatan.
3. Pihak-pihak yang diharapkan memberi
dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan
lain-lain seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat terkait, swasta, para
donatur, dan pemangku kepentingan lainnya.
Komponen Desa Siaga
Kriteria Desa Siaga
Sebuah desa dikatakan desa siaga apabila telah memenuhi
syarat sekurang-kurang satu buah Poskesdes
(Pos Kesehatan Desa). Poskesdes merupakan upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/menyediakan
pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Poskesdes dapat dikatakan
sebagai suatu sarana kesehatan yang merupakan pertemuan antara upaya-upaya
masyarakat dan dukungan pemerintah. Pelayanan
di Poskesdes dapat meliputi upaya preventif (pencegahan), promotif
(penyuluhan), dan kuratif (pengobatan) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
(terutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya.
Poskesdes diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat
pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM lain yang dibutuhkan masyarakat
desa (Warung Obat Desa, Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga, dan
lain-lain). Lain kata, poskesdes berperan sebagai koordinator dari UKBM-UKBM
lain.
Kegiatan-kegiatan dalam sebuah
Poskesdes merupakan kegiatan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat, secara minimal berupa :
·
Pengamatan
epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama penyakit menular dan
penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), dan
faktor-faktor risikonya (termasuk status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang
berisiko.
·
Penanggulangan
penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan
KLB, serta faktor risikonya (termasuk status gizi).
·
Kesiapsiagaan
dan penanggulangan becana dan kegawatdaruratan kesehatan.
·
Pelayanan
medis dasar, sesuai dengan kompetensinya.
·
Kegiatan-kegiatan
lain yaitu promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar gizi (kadarzi),
peningkatan PHBS, penyehatan lingkungan, dan lain-lain, merupakan kegiatan
pengembangan.
Poskesdes diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal
seorang bidan), dengan dibantu oleh minimal 2 (dua) orang kader kesehatan.
Untuk penyelenggaraan poskesdes, harus tersedia sarana fisik yang meliputi
bangunan, perlengkapan, dan peralatan kesehatan. Beberapa alternatif
pembangunan poskesdes dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1. Mengembangan rumah pondok bersalin
desa (Polindes) yang telah ada menjadi poskesdes.
2. Memanfaatkan bangunan yang sudah
ada, yaitu misalnya Balai RW, Balai Desa, Balai pertemuan desa, dan lain-lain.
3. Membangun bangunan baru, yaitu
dengan pendanaan dari pemerintah (Pusat atau Daerah), donatur, dunia usaha,
atau swadaya masyarakat.
Untuk melancarkan komunikasi dengan masyarakat dan dengan
sarana kesehatan lain (khususnya Puskesmas), Poskesdes dapat memiliki sarana
komunikasi.
Pendekatan Pengembangan Desa Siaga
Pengembangan desa siaga dilaksanakan dengan membantu /
memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus
atau spiral pemecahan masalah yang terorganisasi, yaitu dengan menempuh
tahap-tahap :
·
Mengidentifikasi
masalah, penyebab masalah, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk
mengatasi masalah.
·
Mendiagnosis
masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
·
Menetapkan
alternatif pemecahan masalah yang layak, merencanakan, dan melaksanakannya.
·
Memantau,
mengevaluasi, dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan.
Secara garis besar, langkah pokok yang perlu ditempuh untuk
mengembangkan desa siaga meliputi :
1.
Pengembangan
Tim Petugas
Pengembangan tim petugas dilakukan
paling awal, sebelum kegiatan yang lain dilaksanakan. Langkah ini bertujuan
untuk mempersiapkan para petugas kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas,
baik petugas teknis maupun petugas administrasi. Persiapan ini bias berbentuk
sosialisasi, pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi sesuai kondisi
setempat. Diharapkan setelah diadakan pelatihan petugas, petugas akan memahami
tugas dan fungsinya serta siap bekerja sama dalam satu tim untuk melakukan
pendekatan kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.
2.
Pengembangan
Tim Masyarakat
Langkahh
ini bertujuan untuk menyiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat
agar tahu dan mau bekerja sama dalam satu tim untuk mengembangkan desa siaga.
Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar
mereka mau memberikan dukungan, baik berupa kebijakan, anjuran, restu, dana
maupun sumber daya lain sehingga pengembangan desa siaga dapat berjalan lancar.
Pendekatan juga dilakukan kepada tokoh masyarakat agar tokoh masyarakat
memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik guna menciptakan
iklim yang kondusif bagi pengembangan desa siaga.
Jika
di daerah yang akan dikembangkan desa siaga telah terbentuk wadah-wadah
kegiatan masyarakat di bidang kesehatan, seperti Konsil Kesehatan Kecamatan
atau Badan Penyantun Puskesmas, Lembaga Pamberdayaan Desa, PKK serta organisasi
kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembaga-lembaga ini diikutsertakan dalam
setiap pertemuan dan kesepakatan.
3.
Survei
Mawas Diri (SMD)
Community Self Survey (CSS)
bertujuan agar pemuka-pemuka masyarakat mampu melakukan telaah mawas diri untuk
desanya.Survey ini dilakukan oleh pemuka masyarakat setempat dengan bimbingan
tenaga kesehatan. Setelah diadakan kegiatan SMD ini diharapkan ada identifikasi
masalah-masalah kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan
dalam mengatasi masalah kesehatan tersebut, termasuk dalam rangka membangun
Poskesdes.
4.
Musyawarah
Mufakat Desa (MMD)
MMD ini bertujuan untuk mencari
alternatif pemecahan masalah kesehatan dan upaya membangun Poskesdes, dikaitkan
dengan potensi yang dimiliki desa. Di samping itu, juga untuk menyusun rencana
jangka panjang pengembangan desa siaga. Musyawarah diselenggarakan oleh para
tokoh masyarakat (ternasuk tokoh perempuan, pemuda, dan dunia usaha) bersama
dengan seluruh masyarakat di desa siaga. Pada saat musyawarah, permasalahan dan
temuan data yang berkaitan dengan kesehatan disajikan kemudian diselesaikan
dengan solusi pemecahan dan termasuk pembangunan Poskesdes serta pengembangan
desa siaga.
5.
Pelaksanaan
Kegiatan
- Pemilihan
Kader dan Pengurus Desa Siaga
- Orientasi
/ Pelatihan Kader Desa Siaga
- Pengembangan
Poskesdes dan UKBM yang lain
- Penyelenggaraan
seluruh kegiatan Desa Siaga
6.
Pembinaan
dan Peningkatan
Salah
satu kunci keberhasilan dan kelestarian desa siaga adalah keaktifan para kader.
Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan perlu dikembangkan upaya-upaya untuk
memenuhi kebutuhan para kader agar tidak drop out. Kader-kader yang memilki
motivasi memuaskan kebutuhan social psikologisnya harus diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk mengembangkan kreativitasnya. Sedangkan kader-kader yang
masih dibebani dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk
memperoleh pendapatan tambahan, misalnya dengan diberi gaji / insentif atau
difasilitasi agar mau berwirausaha.
Untuk
dapat melihat perkembangan desa siaga perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi,
sehingga seluruh kegiatan-kegiatan di desa siaga perlu dicatat oleh para kader,
misalnya buku register UKBM (kegiatan Posyandu dicatat dalam buku Register Ibu
dan Anak Tingkat Desa atau RIAD dalam Sistem Informasi Posyandu.
Indikator
Keberhasilan Desa Siaga
1. Indikator Masukan
Indikator
masukan adalah untuk mengukur sebarapa besar masukan telah diberikan dalam
rangka pengembangan desa siaga, meliputi :
- Ada
/ tidaknya Forum Masyarakat Desa
- Ada
/ tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta perlengkapannya
- Ada
/ tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat.
- Ada
/ tidaknya tenaga kesehatan (minimal seorang bidan)
2.
Indikator Proses
Indokator
proses adalah indicator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan
di suatu desa dalam rangka pengembangan desa siaga, meliputi :
- Frekuensi
pertemuan Forum Masyarakat Desa
- Berfungsi
/ tidaknya Poskesdes
- Berfungsi
/ tidaknya UKBM yang ada
- Berfungsi
/ tidaknya Sistem kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kegawatdaruratan dan
bencana.
- Berfungsi
/ tidaknya Sistem Surveilans berbasis masyarakat
- Ada
/ tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
3. Indikator Keluaran
Indikator
keluaran untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu
desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga, meliputi :
- Cakupan
pelayanan kesehatan dasar Poskesdes
- Cakupan
pelayanan UKBM-UKBM lain.
- Jumlah
kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan
- Cakupan
rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS4.
4. Indikator Dampak
Indikator
ini mengukur seberapa besar dampak dan hasil kegiatan di desa dalam rangka
pengembangan desa siaga, meliputi :
- Jumlah
penduduk yang menderita sakit
- Jumlah
penduduk yang mengalami gangguan jiwa
- Jumlah
ibu melahirkan yang meninggal dunia
- Jumlah
bayi dan balita yang meninggal dunia
- Jumlah
balita dengan gizi buruk.